Tahun lalu pemerintah kita mengumumkan sebuah kebijakan penting terkait sektor kehutanan Indonesia, yaitu kebijakan Moratorium (Jeda)Pemberian Ijin Baru Pembukaan Hutan. Kebijakan ini adalah sebuah langkah baik yang harus diapresiasi sebagai salah satu upaya untuk penyelamatan hutan kita, dan terlebih lagi, kebijakan ini dikeluarkan ditengah tekanan para pengusaha dan industri yang sangat ingin untuk membuka hutan alam kita demi kepentingan dan keuntungan mereka.

Moratorium atau jeda pemberian izin baru, bisa dibilang seperti layaknya kita berpuasa. Dimana yang harus berpuasa kali ini adalah industri ekstraktif yang berbasis lahan seperti sektor industri kehutanan, perkebunan dan pertambangan, dan untuk rentang waktu 2 tahun, mereka tidak diperbolehkan membuka hutan primer dan lahan gambut berdasarkan izin baru. Tapi apakah dengan itu saja cukup?  Tentu tidak, kalau kita berpuasa dengan hanya menahan lapar dan haus atas jenis makanan dan minuman tertentu saja dari pagi sampai sore, tanpa berusaha memperbaiki perilaku buruk kita, maka tentunya itu akan sia sia bukan?
Jika kita mau melihat permasalahan yang mendera hutan kita, sungguh luar biasa banyak, mulai dari korupsi, penegakan hukum yang lemah, penebangan illegal, pembakaran hutan, ekspansi tidak bertanggung jawab di lahan gambut dalam, carut marut peraturan dan birokrasi, tumpang  tindih areal konsesi hingga konflik dengan masyarakat adat, bertebaran di berbagai penjuru hutan kita, dan itu telah dimulai hampir sejak negeri ini merdeka.
Dan yang menjadi korban bukan hanya Orangutan, Harimau, Gajah, dan kekayaan flora kita, kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan tapi juga beragam kebudayaan kita yang terinspirasi dari hutan yang terancam hilang, dan juga kekayaan linguistik yang ada di masyarakat adat yang hidup di hutan. Padahal  hutan sebagai kekayaan alam bangsa ini, harusnya bisa memberikan kesejahteraan kepada semua warga negara jika dikelola dengan benar.
Jadi, apakah moratorium bisa menjadi  penyelamat hutan kita? Tentu saja bisa, tapi dengan syarat bahwa kebijakan moratorium ini diperkuat, dijalankan dengan benar, dengan capaian dan target yang jelas, dan bukan hanya dibatasi dengan menunda izin baru selama dua tahun, serta hanya di hutan primer dan lahan gambut.  Tanpa memperbaiki dengan sungguh-sungguh berbagai permasalahan yang mengakar di tata kelola hutan kita, serta memberi tambahan cakupan perlindungan  atas wilayah yang dimoratorium (yang mestinya mencakup semua hutan alam dan lahan gambut) maka harapan atas penyelamatan hutan Indonesia menjadi semakin tidak jelas
Greenpeace bersama teman teman dari berbagai organisasi sipil sejak tahun lalu telah mengajukan rancangan draft moratorium kepada pemerintah dengan berbasiskan permasalahan yang telah diidentifikasi dan seharusnya menjadi prioritas untuk diselesaikan terlebih dahulu agar hutan Indonesia terjaga lebih baik, dan untuk menyelesaikan semua ini tidak cukup hanya dengan menunda pemberian izin baru selama 2 tahun.
Bulan Mei ini, hampir setahun sudah kebijakan moratorium diberlakukan, masih ada kesempatan kedepan untuk memperbaiki isi dan pelaksanaan moratorium sebelum  kondisi hutan Indonesia semakin rusak. Sebelum semuanya terlambat dan hanya membuahkan bencana, kini adalah tugas kita  sebagai warga negara yang cinta kepada hutan Indonesia untuk  berdiri dan mempertanyakan, apakah sudah ada upaya perbaikan menyeluruh di sektor kehutanan kita saat ini?
Jika tidak, lanjutkan moratorium tanpa membatasinya dengan waktu tetapi lebih mengedepankan pencapaian perbaikan tata kelola hutan, dan kali ini tolong lakukan dengan benar.
Berikan waktu untuk hutan kita bernafas lebih lama dan berikan kesempatan generasi mendatang untuk ikut menikmatinya..